Munajat Seorang Peronda (2)

Kupanjatkan senandung jalanan
Pada Tuhan yang membangun megah selambu percintaan
Kepada mata yang kelopaknya tak mengatup
Kepada hembusan asap yang tertiup
Tersusun rapi oleh ratapan doa sang pendosa
Terbelit lupa dari ketiadaan alpa
Terhasut kusut yang tak kenal rebut
Esok hari atau lusa nanti
Kini semua untaian kata bukan lagi puisi
Kembali pada cangkir kopi kupasrahkan
Pada tembakau kini kuceritakan
Apakah kertas tahu ia harus berkorban?
Apakah pena tau ia harus tergoreskan?
Wahai pemilik mata mata yang terjaga
Jangan buka sekat pada kopi yang tak bergula!
Jln. Jogja-Jombang, 18 Okt 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hermeneutika Kritis Jurgen Habermas

Sajak darah tinggi

Malam