“ Puasa Kami Tak Seindah Puisi Tuhan “


Bismillahirrohmanirrahim…
Dengan menyebut nama Tuhan yang maha asah-asih-dan asuh
Kami berpuisi untuk menghadapi puasa dengan harap segala berkah dibalik segala rintih dan keluh
**
Tahun ini, adakah yang lebih berbahagia daripada semesta?
Adakah yang lebih sunyi dari tempat peribadatan yang selalu suci?
Adakah pula jiwa-jiwa keruh yang telah merangkak suci di pertapaan isolasi?
**
Di jalanan masih nampak pak tua yang sedang melawan kubam lumpur bernama kehidupan
Di perempatan masih nampak sinar redup bocah yang kehilangan arah mencari sejumput rupiah
Di dapur belakang rumah masih banyak ibu yang rumpang tandas mengharap sekilo beras
**
Di rumah-rumah bertingkat para konglomerat berusaha membagi harta agar manusia tak ada yang sekarat
Di lembaga organisasi para aktivis mengocek dompetnya yang tipis agar tak ada kata sama miris
Dan di hati beku masih ada sekelindan tamak yang enggan menyibak peduli terhadap hari yang penuh huru-hara
**
Wahai Tuhan yang maha pengampun
Mungkin kami telah banyak menghisap racun, racun duniawi yang tak ada batas sedikit pun
Oleh karenanya, Engkau beri umpan lalu kami minta ampun, oh Tuhan.
**
Wahai Tuhan yang maha syukur
Mungkin kami telah kelam tersungkur, tersungkur pada lautan kufur
Maka ridhoilah kami yang terkadang sukar untuk mengucap syukur, oh Tuhan.
**
Wahai Tuhan yang menciptakan alam semesta
Adakalanya kami menyesal menjadi manusia yang tak dapat bersembunyi dari inca-binca
Dengan itu, tunjukilah kami kemanusiaan yang menjadi harkat manusia tanpa topeng alibi kuasa.

Puasa kali ini, semoga seindah puisi wahyu-Mu, Tuhan


Yogyakarta, 23 April 2020

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hermeneutika Kritis Jurgen Habermas

Sajak darah tinggi

Malam