Jika itu Hati, Maafkan Aku yang Hanya Puisi



Aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati.
Dalam dirimu yang sangat berarti. Pada siang yang merindu sinar matahari. Tanpa tau adakah kerinduan darimu yang muncul pada notifikasi.

Aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati.
Dari ujung sudut jeruji sunyi. Meratapi dosa bagai pejabat yang korupsi. Tersenyum tanpa ada arti. Dengan segala kegelisahan yang menyelubungi.

Aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati.
Yang setiap harinya berjalan menyusuri tapak tanpa tepi. Berenang pada air mata yang membasi. Menyayat ruh yang bernama janji. Entah kemana kini harus pergi.

Aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati.
Dimana tak ada seorang pun yang mampu memahami. Tuhan Sang Maha Tunggal larut kedalam ilusi. Fana mimpi telah terjadi. Purna nyata tak akan kembali. 

Untuk terakhir kalinya, kukatakan bahwa aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati.
Memang puisi itu tak ada yang menusuk hati. Tapi segala kisah itu kini sudah kembali. Pada ratap kesedihan yang sempat menyerang diri, kini berganti menjadi kisah baru yang syahdu untuk digeluti.

Pada hatimu, kuantarkan puisi
Pada cintamu, kukirimkan hati
Pada ainumu, kuadindakan abadi

Sepi
Puisi
Kamu.

Yogyakarta, 04 November 2019

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hermeneutika Kritis Jurgen Habermas

Sajak darah tinggi

Malam