Surat Untuk lebaran Besok
Lebaran memanglah hari yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam. Setelah bersama-sama berperang dengan menyembunyikan nafsu, bergulat dengan lapar dan dahaga, serta berjarak dengan keduniawian melalui pembacaan puisi terindah dari Tuhan yakni Al-Qur'anul Karim. Hari yang ditunggu-tunggu itu pun telah nampak di penghujung bulan Ramadhan ini.
Genderang akbar akan bersahutan dengan gema takbir yang menggetarkan semesta seisinya akan segera di dengungkan bersamaan. Rasa merdeka akan segera kita raih. Tapi, adakah kita telah merdeka seutuhnya? Aku rasa tidak. Tahun ini memang fantastis, penuh misteri, dan sungguh memberi makna lain dari pada tahun-tahun sebelumnya.
Adanya pandemi ini membuat sedikit orang merasa bosan, sambat, risau karena tak bisa kemana-mana untuk sekedar ngopi, bersilaturahmi pada keluarga dan kerabat, tak ada buka bersama, tak ada halal bi halal, bahkan di beberapa daerah termasuk di tempatku kini tak ada masjid yang dibuka untuk tarawih dan sholat Ied. Betapa berbeda kan suasananya? Ya mau gimana lagi. Ingat celetukannya mbah Socrates "Hidup yang tak diuji tak layak untuk dihidupi"
Anggap saja ini sebagai ujian, terutama untuk yang di perantauan dan tak dapat kembali bersua dengan keluarga, tak merasakan hangatnya keluarga saat sahur, berbuka, dan saat lebaran. Saat sekolah, jika kita ingin naik kelas pasti syaratnya ujian kan? Nah, makanya saat seperti ini kita anggap sebagai ujian semoga kelas kita; derajat, bisa dinaikkan oleh pemilik tunggal saham kehidupan; Allah SWT. Bukan hanya ujian, mungkin. Bisa juga ini bentuk rasa cinta kasih Sang Kuasa untuk semua makhluk-Nya. Tinggal kita ambil hikmahnya untuk lebaran kali ini bisa jadi sebuah liburan untuk semesta, alam, dan ekologi-Nya.
Memasuki penghujung hari di bulan yang sakral ini, yang namanya rindu tiba tanpa mengetuk pintu hati. Seketika ia datang dengan mengulas kenangan-kenangan bersama seluruh unsur yang berbau kampung halaman. Kepada ayah, adik, dan terutama kepada malaikat berwujud manusia yang sungguh telah membuat hari-hari ku hingga kini masih teduh dibawah doanya; ibu. Aku menghayal bahwasanya penghujung Ramadhan dan lebaran kali ini aku dapat mendatanginya, membawakan sedikit puisi-puisi berupa doa ke tempat peristirahatan abadinya. Tapi apa daya?
Betapa kenangan tahun-tahun lalu berkelindan tanpa tahu malu. Teringat betapa meriahnya malam lebaran bersama teman-teman di kampung. Teringat betapa hangatnya kebersamaan dengan keluarga, menggunakan pakaian yang bisa dikatakan baru bersama, dan entah apapun itu yang intinya kenangan itu adalah semu dan tahun ini enggan berulang kembali
Di perantauan, banyak juga orang yang mungkin bernasib sama, hanya bisa diam sambil di datangi kenangan-kenangan kelam. Namun, diluar sana banyak juga yang sudah di rumah tapi tetap saja keluyuran sambil haha-hihi seakan tak terjadi apapun di bumi ini. Ah biarlah, beda orang beda kepala, beda kepala beda isi. Toh semua juga ciptaan Tuhan yang tak pernah sia-sia.
Dengan surat ini, kuhaturkan selamat datang; ahlan wa sahlan Idul Fitri yang nampak segera tiba di pelupuk mata. Jika nanti hujan, pastikanlah itu akan membasahi pipi. Kita bersama menghadapi satu keadaan yang pasti akan segera membaik dan selalu baik, aamiin...
Yogyakarta, 30 Ramadhan 1441 H
Aamiin, Tuhan memberkahimu, Pak. 🌹
BalasHapusAamiin
Hapus