Wadah Suci yang Ternoda


Dosa Besar Para Pendoa
Datang ketempat peribadatan selalu garda terdepan
Berbondong-bondong dalam memuja Tuhan
Berpakaian rapi berlagak sopan
Kitab suci diemban sebagai tuntunan.
Sandang anak istri tak ada rupa kesejahteraan
Pangan keluarga tak alang dari meminta kedermawanan.

Yogyakarta, 13 November 2019

Hari Keramat
Hari Jumat dengan panasnya yang menyengat
Ada jutaan umat yang hendak bermunajat

Entah mencari sebungkus nasi ataupun bersapa rindu pada sang illahi
Entah hanya formalitas penanda agama atau mendapat intuisi

Buah yang berjatuhan dari surga mungkin sedang terbata oleh munajat pendoa yang beterbangan
Mereka tulus berdoa pada Tuhan tanpa menerima ketetapan yang telah diberikan
Hamba yang selalu mengatur siklus kehidupan bahkan sang Tuhan.

Mana ada hari suci selain hari jumat?
Pada malam harinya sepasang kekasih melakukan ritual keramat
Pada pagi harinya terbangun dengan hati yang tersekat
Pada siang harinya pergi ke masjid untuk mencari Tuhan lalu bermunajat.
Lantas, apa lagi yang di ingkari oleh hari jumat?

Yogyakarta, 25 Oktober 2019

Daun Jalang Gugur di Malioboro

Malam ini memang tampak padat
Malam yang ditunggu-tunggu oleh mayat
Kiriman umat berupa surat dari kitab suci kalimat per kalimat
Begitu kiranya yang disebut malam Jumat

Hanya bagi manusia miskin mungkin malam jumat berlaku
Di Malioboro, kuli sebuah mall bekerja hingga malam hampir berlalu
Pedagang kopi di persimpangan terlihat sibuk dengan kopi dan bara yang hitam lugu
Pengamen independen maupun koloni juga asyik berlagak lucu

Pepohonan yang tampak apatis,
Diam-diam tangkainya ingin juga digubris
Seekor semut mendekat dengan tatapan sinis
Tampak ada penyesalan sejak sore hari kamis

Daun demi daun telah dijelajahi
Ada satu daun yang terlihat tak enak hati
Warnanya hijau sedikit bercorak tanda akan mati
Seekor bunglon saja tak mampu mengadakan ritual mimikri

Dibalik gigihnya pekerja samping pohon berdaun lunglai
Tuhan baru memberi tanda lewat sampah yang tak dapat terurai
Daun jalang itu ternyata menangis melihat binatang-binatang secara masal telah lalai
Sambil tetap bertasbih, daun yang lain saling bergoyang pertanda gawat

Detik-detik mulai berarah vertikal
kosong-kosong
binatang bersetubuh
Si jalang gugur
hancur
terlindas
binatang manusia
bertasbih, tak bersih
manusia binatang
bersih, tak bertasbih

Malioboro, 15 November 2019



Tuhan Bunuh Diri

Bukan lagi benar bahwa tuhan itu kekal,
Rasanya tuhan sendiri juga menyesal,
Melihat Yesus yang nampaknya sudah tenang dengan lontenya,
Tuhan capek melihat banyak pesaingnya,
Pada waktu yang ditetapkan,
Di hari kemunafikan,
Tepat pukul penuh kebohongan,
Tahun kesekian ratus kemungkaran,
Tuhan akhirnya bunuh diri.
Semoga tenang disana, ucap akar rumput.

Yogyakarta, 13 November 2019

Ini itu

Percikan yang terlihat itu
Membara pada ikatan ini
Air yang disana
Tak mampu padamkan api disini
Berteriak dengan keras mengatakan aku
Tak menggubris siapakah kamu
Terlihat nyaman diluar
Hancur didalam
Ada mati
Ada hidup

Yogyakarta, 21 November 2019

Perayaan Akhir Pekan
Setiap akhir pekan adalah hari raya
Dimana jalanan dipenuhi oleh pasangan
Warkop serasa pasar bagi para pengangguran
Perayaan akhir pekan sudah menjadi rutinan.
Seketika tugas dari dosen seperti bungkus gorengan
Ada tapi sekedar jadi pandangan tanpa pengerjaan
Apa kabar dengan Tuhan?
Tuhan terkadang ingin berakhir pekan
Malaikat semakin sibuk di akhir pekan
Banyak terjadi kecelakaan yang memakan korban selangkangan
Takbir suci di malam akhir pekan
Uh.. Ah.. Suara efek kecelakaan diatas kasur yang bergesekan
Kasihan aku menatap rindu mereka hanya sebagai alasan.
Sebelum itu, mereka berkumpul dengan dalih solidaritas yang direkatkan
Hal itu seperti daging sapi di hari raya qurban
Berkumpul bersama merasa suci seperti saat lebaran
Kretek dan kopi seperti jajanan khong guan
Utopis jika membicarakan keperawanan
Pesimis pula menjaga keperjakaan
Tuhan oh Tuhan
Mari berakhir pekan saja denganku
Jibril nampaknya rindu kretekku meski satu hisapan
Biarpun di jalanan
Aku tak ingin menodai masjid sebagai tempat peribadatan
Karena aku hanya menanti cumbuan
Dengan bait yang berisi rayuan
Tuhan...
Aku mohon maafkan..

Nologaten, 24 November 2019


Sebelum Dua Lima November
Terik di siang hari menyengatdan menyayat
Sinarnya menguapkan air got yang penuh sampah pembalut
Sehari sebelum perayaan hari guru
Insta story dipenuhi ucapan selamat hari guru
Tapi di dunia nyata para siswa menggunjing
melonglong kesana kemari seperti anjing
Bukan hanya nilai yang diinginkan
Tapi pembual bangsa juga dilahirkan
Oh Pendidikan!
Oh Pengabdi pendidikan!
Ibu memasak nasi di dapur
Ayah bekerja sampai lembur
Sang anak sebagai siswa yang nilainya mulai hancur
Belajar pada sekolah lalu moralnya luntur
Astaga...
Bisnis yang menguntungkan, memang.
Sekolah dan kampus
hati-hati mampus
Melalui embel-embel sosialis
diamati dengan empiris
Tapi berujung kapitalis
Sok idealis
Ternyata hanya utopis
ha..ha..ha..

Yogyakarta, 24 November

Hewanisme
Sore hari berjalan seperti biasa
Deru angin bertiup tanpa aba
Seekor kucing berjalan mencari pangan
Seekor tikus lewat sangat apatis di hadapannya
Sudah pasti menjadi mangsa nyata
Tanpa ada yang terbual
Nyata nampak otak kucing sangat bebal
Jalanan Madinah disesaki para religius
Istana Bogor hangat oleh para ambisius
Kucing jalan murung di persimpangan kanan jalan
Ulat sedang khusyuk dalam peribadatan
Tikus bersenggama mengeluarkan sperma
Binatang mati
Kehidupan dikuasai Kucing yang penuh dengki

Yogyakarta,29 November 2019

Aku Bingung
Aku bingung
Disela malam sunyi, angin menderu menusuk sepi
Menghantam penjuru bumi, sungai eufrat bagikan darah suci
Di langit susut menghitam, bayangmu tersudut buram
Menikam sepertiga malam, anganku roboh terhantam.
Aku bingung
Tuhan tak seramah dahulu
Apa agama yang digenggamnya, ataukah itu omong kosong melulu
Ajaran cinta kini seperti mitos dewa kronos yang terbelenggu
Tuhan kini pemarah
Melihat umah mendesah, tuhan tak memiliki gairah
Aku bingung
Bingung itu aku
Dan aku tak tau bingung
Bingung sendiri tak kenal aku
Aku dan bingung
Sepasang kekasih yang terpisah
Aku adalah adam
Bingung adalah hawa
Semoga lekas bersenggama

Yogyakarta,30 November 2019

Nama Lama

Bumi tak pernah lupa pada langit
Sungai pun kadang bersahabat dengan rakit
Manusia saja yang terkadang sakit
hal mudah tapi dianggap rumit
Adakalanya kapal tanpa nahkoda
Berlayar di lautan tanpa mengenal peta
kalau kau mau tau itu apa
Itu nama Indonesia
Semasa muda diberi nama Nusantara
Pertikaian adalah raganya
Atas nama agama adalah jiwanya
Perut dan selangkangan prioritas utamanya

**
Yogyakarta, 7 Desember 2019


Melihat kesedihan yang tak berkesudahan
Nestapa serupa tenda yang tak bertanda
Memiliki rumah tapi penghuninya tak ramah
Beragama menyembah Tuhan tapi berperilaku hantu
Menatap manusia dengan benci seperti menatap banci
Ketika titik sadar hanya di hadapan tetek
Manusia hanya mata yang mati
YK, 7 Desember 2019
**
Hujan tiba pada sore hari
Begitu menentang terhadap rindu yang tiba sendiri
Awan mendung tak pernah menyesali air yang ditimangnya
Tanah sungguh merasa nestapa tanpa hadirnya
Antara malam dan hujan
Antara engkau dan pelukan
Kekasih,
Ingatlah kala itu secangkir kopi dihadapanku tertawa
Menyaksikan dua pasang mata bertatapan dengan segenap jiwa
Apa arti jarak yang berjauhan
Jika engkau dapat kuraba dalam satu kedipan
Hadirmu memang tak kuharapkan dalam saat ini
Sebab aku tahu jarak dan waktu bukan musabab sebuah esensi
Cukup dalam hati kubawa senyummu
Diperteduhan kusapa hujan di mataku
Yogya, 7 Desember 2019
**
Tak ada yang tahu kenapa desember selalu memberi warna
Jarak dan waktu yang kita hadapi sebab perasaan yang pernah ada
Sebelum kita berdeklarasi perkara cinta
Hati telah memberi sapa dalam sepi
Hatimu yang ramah menjadikan ku rumah
Mungkin untuk saat ini waktu saling pandang sedang pending
Penghujung tahun menjadi isyarat rindu yang rumit seperti renda
Jarak juga alasan kenapa memandang itu seperti mendung
Waktu seakan kelopak yang meminta sua menjadi asa
Ketika kamus kecil pak Jokpin menyapa
Ada satu ungkap yang harus kau tangkap
" Ketika akhirnya matamu mati
Kita sudah menjadi kalimat tunggal
Yang ingin tinggal
Dan berharap tak ada yang bakal tanggal "
J-J, 9 Desember 2019
**
Genderang akbar sudah ditabuh
Malam hampir sirna berganti subuh
Dengan jiwa yang belum utuh
Tuhan beri warna pada bejana air yang keruh
Muadzin dengan lantang ucapkan adzan
Mata sayup umat tak dapat terbantahkan
Bangun dari mimpi buruk nestapa kegelisahan
Mendengar kicauan burung yang sudah menjadi kebiasaan
Ada pula yang mandi karena mimpinya basah
Mensucikan tubuh lupa dengan bagian bawah masih bergairah
Terdengar ayam berkokok dengan nada pasrah
Melihat jalanan yang masih saja gelisah
Yogyakarta, 11 Desember 2019
**
Pengamen berjalan dengan pemenang
Sebab mati bukanlah jaminan mutu
Mendekati penghujung tahun ia masih tetap tahan
Tak ada ibu menjadikan nestapa semakin iba
Dirinya diserang gelisah melihat yang lain sekolah
Ia tak pernah lelah hidup di dekat orang kuliah
Sarjana muda seperti bangkai
Pengamen berjalan kaki terkulai
Dedaunan kering merupakan guru yang tak sebabkan gara-gara
Semburat mentari menjelma ruang ungkap segala rahasia
Kepada jalanan
Berjumpalah dengan Tuhan

Yogyakarta, 12 Desember 2019
**

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Hermeneutika Kritis Jurgen Habermas

Sajak darah tinggi

Malam