Orang-Orang Ghurur di Persimpangan Kampus
Dunia perkuliahan memang penuh
drama. Dimana sebuah drama absolut yang disutradai langsung oleh sang pencipta
kehidupan dan kita adalah pemerannya. Begitu pun dalam perkuliahan, beragam
mahasiswa dengan segala karakteristiknya bisa kita temui di setiap kampus. Ada yang
cerdas beretorika, organisatoris, akademis, ahli dalam bidang agama, tekun
beribadah dan masih banyak lagi macamnya. Mereka menjalani kehidupan dengan
peran yang sudah ditentukan oleh sang kuasa. Tetapi hal itu yang menjadikan
mereka semakin tertipu daya oleh peran yang sejatinya mulia jika direalisasikan
dan memberikan kemaslahatan untuk orang lain.
Tipu daya atau dalam bahasa kitabnya
Ghurur adalah suatu penyakit hati yang menimpa banyak orang di dunia. Penyakit
ghurur ini sangat membahayakan sekali sebab kebanyakan orang yang menderitanya
tidak merasa bahwa mereka terserang penyakit ghurur ini, kita tidak
membicarakan ghururnya orang-orang kafir terhadap diri mereka atau kehidupan
dunia ini, tetapi kita membicarakan penyakit ghurur yang diderita oleh umat Islam
dan orang-orang intelektual yakni mahasiswa selama ini. Imam
Ghozali sendiri membagi menjadi empat kategori golongan orang-orang ghurur. Yakni
golongan ulama, golongan ‘abid (ahli ibadah), golongan orang yang mengaku sufi,
dan golongan orang yang memiliki harta atau yang tertipu daya pada dunia.
Pada tulisan ini, penulis tidak terfokus pada
golongan ghurur yang dimaksudkan oleh Imam Ghozali. Lebih tepatnya sebagai
pengingat bagi saya sendiri dan pembaca dimanapun berada. Sebab banyak
mahasiswa yang kini sudah tertipu daya dalam zona nyaman. Zona nyaman yang
dimaksud adalah kondisi dimana seorang mahasiswa yang terlalu fokus terhadap
satu bidang yang diminatinya sehingga terlupa dengan hal-hal penting dalam
koridor kemanusiaan lainnya. Hal itulah yang banyak tak disadari oleh
kebanyakan mahasiswa termasuk saya sendiri. Sebab, ghurur atau tipu daya
tersebut sangat sulit kita klarikasi. Untuk mengetahui hal tersebut kita perlu
ber-muhasabah atau intropeksi diri melalui sebuah perenungan.
Menjadi akademisi merupakan salah satu tujuan
yang ingin digapai oleh para mahasiswa. Karena selain memiliki keahlian dalam
bidang keilmuan, akademisi juga pasti memiliki IPK yang tinggi. Seorang akademisi
juga kebanyakan memilih untuk tidak terikat suatu organisasi atau eksternal. Mereka
lebih sering pergi ke perpustakaan setelah kuliah, melakukan penelitian tentang
ilmiah dan sudah pasti kutu buku. Itulah zona nyaman bagi seorang akademisi
dengan segala keahliannya pada bidangnya. Dibalik itu semua, banyak pula
akademisi yang secara tidak langsung melupakan lingkungan sekitarnya dan acuh
terhadap problematika sosial. Hal semacam itulah yang dinamakan ghurur atau
tipu daya. Karena mereka telah terjebak dalam kenyamanan dunia akademisi dan
lupa terhadap hal-hal lain yang sewajarnya dilakukan manusia seperti
berinteraksi dengan masyarakat sekitar yang non-akademisi. Hal semacam itu
banyak tak dilakukan oleh akademisi dikarenakan pola pikir mereka yang tak jauh
dari hal-hal berbau teoretis jauh berbeda dengan masyarakat awam yang belum
pernah menginjakkan kakinya di bangku perkuliahan.
Ada lagi golongan yang mudah terperangkap di
lembah ghurur atau tipu daya selain golongan akademisi. Seorang aktivis atau
organisatoris memang memiliki kelebihan tersendiri. Banyak lawan jenis yang
terpikat pada organisatoris karena wibawanya dan kecakapannya berbicara di
depan publik. Namun jika kita lihat secara subyektif, organisatoris
memanfaatkan kesibukannya sebagai alasan untuk TA atau titip absen. Hal itulah
yang menjadi tipu daya para organisatoris. Padahal tujuan utama mereka kuliah
untuk menimba ilmu, sedangkan organisasi adalah bonus.
Selain keddua hal diatas, golongan terakhir
yakni mahasiswa kupu-kupu (Kuliah-pulang). Ada juga kategori mahasiswa yang tak
ahli dalam akademisi serta tak berpotensi dalam dunia organisasi. Mahasiswa dalam
kategori seperti ini cenderung hedon. Hidupnya selalu berfoya-foya karena
tertipu daya oleh duniawi yang pada sejatinya masih pemberian orang tua. Mahasiswa
kategori ini lebih suka menjalani kehidupan dengan kebebasan dan tak terikat
oleh apapun. Bahkan cenderung lalai terhadap kewajiban dasar dalam beragama. Begitulah
tipu daya duniawi yang menyerang mahasiswa dan masyarakat umum kebanyakan.
Memang dalam kehidupan kampus setiap mahasiswa
memiliki peran masing-masing yang sudah diberikan oleh Tuhan. Kebebasan yang
telah dikaruniakan itu pula yang seharusnya kita kembangkan terus sebagai
bentuk rasa syukur kita yang telah diberi kesempatan untuk terus bernafas. Tetapi,
jangan sampai terjerembab pada jurang tipu daya atau ghurur tersebut. Karena banyak
yang tidak menyadari bahwa dirinya sedang terserang penyakit hati tersebut. Sebagai
manusia kita dituntut pula untuk peduli terhadap lingkungan di sekitar kita
maupun alam semesta agar tercipta keseimbangan hidup.
Marilah kita sebagai mahasiswa yang notabenenya
sebagai Agent Of Change (agen perubahan) saling sadar diri, saling
intropeksi diri dan mulai menanamkan kesadaran terhadap keadaan di sekitar kita
agar terhindar dari penyakit hati ghurur atau tipu daya. Sebagai orang biasa,
penulis kiranuya memohon maaf jika terdapat ketidaknyamanan dari saya. Sekali lagi,
penulis mengingatkan untuk penulis sendiri dan seluruh pembaca, mari kita jauhi
penyakit ghurur atau tipu daya tersebut baik dalam konteks agama maupun konteks
universal di bangku perkuliahan dan kehidupan sehari-hari.
Komentar
Posting Komentar