Nestapa di Penghujung Tahun ; Menghujat yes, Tabayyun no
Akhir-akhir ini rakyat Indonesia
memang sangat sensitif. Entah itu rakyatnya terlalu peka terhadap realita atau
memang terlalu gegabah dalam mengklaim sesuatu. Setiap ada hal-hal atau
perkataan seorang tokoh yang berpengaruh, selalu saja menjadikan suatu
pro-kontra. Tak jarang dari dampaknya menjadikan sebuah pertikaian di sosial
media. Memasuki era Post truth, segala informasi semakin mudah untuk
dicerna, bahkan langsung saja ditelan mentah-mentah tanpa dimasak terlebih
dahulu. Akibatnya rakyat sebagai konsumen media semakin mudah tersulut emosi. Salah
media ataukah permainan politik, pada dasarnya pola pemikiran kita sebagai
rakyat lah yang harus direvolusi.
Salah satu hasil media yang
sedang hangat kini adalah tausiyah salah satu tokoh Nahdlatul ‘Ulama yakni Kyai
Ahmad Muwafiq atau yang kerap disapa Gus Muwafiq. Dalam salah satu tausiyahnya,
beliau dianggap menghina Nabi Muhammad SAW. Melihat video yang dipotong beredar
secara bebas di media sosial menjadikan banyak sekali netzen yang menjelma
menjadi wakil Tuhan dan merasa seolah-olah orang yang paling mengetahui Nabi
Muhammad SAW. Belum lagi aksi reuni 212 yang baru saja dilaksanakan di Monas,
terdapat tulisan besar terpampang dibawa mereka dengan kata-kata menghujat Gus
Muwafiq.
Fenomena saling caci dan
menghujat semacam itu seperti hal yang sudah lumrah nampaknya di Indonesia. Apalagi
dari pihak NU yang sangat sering dijatuhkan serta diberi kritik pedas oleh
golongan sebelah yang mengaku sudah paling benar. Golongan sebelah sering
mencari celah untuk menjatuhkan eksistensi Nahdlatul ‘Ulama entah dari hati
rakyat maupun dari kursi pemerintahan. Bisa juga ada unsur politik dibaliknya. Pasalnya,
fenomena semacam ini mulai sering terjadi semenjak panggung pertarungan politik
dan pilihan presiden dimulai. Tidak heran golongan mereka ini sangat kontra
terhadap pemerintahan saat ini. Segala celah mereka masuki untuk menjatuhkan,
tetapi mereka tak pernah melakukan tabayyun sedikitpun. Meskipun Gus Muwafiq
sendiri sudah membuat klarifikasi atas tausiyahnya, masih saja hujatan
dimana-mana.
Mungkinkah mereka masih belum
memahami apa itu tabayyun? Tabayyun adalah akhlaq mulia yang merupakan
prinsip penting dalam menjaga kemurnian ajaran Islam dan keharmonisan dalam
pergaulan. Hadits-hadits Rasulullaah saw dapat diteliti keshahihannnya antara
lain karena para ulama menerapkan prinsip tabayyun ini. Begitu pula dalam
kehidupan sosial masyarakat, seseorang akan selamat dari salah faham atau
permusuhan bahkan pertumpahan darah antar sesama warga Indonesia bahkan sesama umat
Islam karena ia melakukan tabayyun dengan baik. Oleh karena itu, pantaslah Allah
swt memerintahkan kepada orang yang beriman agar selalu tabayyun dalam
menghadapi berita yang disampaikan kepadanya agar tidak meyesal di kemudian hari.
Perlunya penanaman nilai-nilai dasar Pancasila juga sangat perlu. Padahal golongan
mereka sudah jelas orang yang terdidik, tetapi masih saja belum menerapkan
nilai-nilai Pancasila. Mungkin pendidikan Pancasila juga harus diterapkan
seumur hidup, bukan hanya di bangku sekolah atau perkuliahan.
Selama ini juga negara sedang hangat mengenai
kasus radikalisme yang ujung-ujungnya pasti menjatuhkan golongan Nahdlatul ‘Ulama.
Hingga detik ini masih banyak muda-mudi yang terjerumus pada Islam garis keras.
Minimnya literatur serta lemahnya fondasi keimanan pada ahlussunnah wal jamaah
menjadikan golongan sebelah semakin mudah dalam mempengaruhi rakyat Indonesia
terkhusus para pemuda. Hal tersebut sangat jauh jika dilihat dari kaca mata ber-Pancasila.
Karena Pancasila sudah paripurna dalam segi ideologis serta pembentukan
karakter rakyat Indonesia yang beragam, bukan seragam. Dari sila pertama hingga
sila terakhir sangat mencerminkan religiusitas dalam beragama jika diamalkan
dengan totalitas.
Kembali lagi pada pembahasan tentang hujat
menghujat, mereka yang sedang panas-panasnya menghujat Gus Muwafiq karena
dianggap menghina Nabi SAW. Sangat disesali ketika mereka merasa paling cinta
pada Nabi, merasa paling mengerti tentang sejarah Nabi dan merasa menjadi garda
terdepan dalam membela Nabi tetapi mereka tidak turut meniru sikap Nabi yang
lemah lembut dalam berdakwah. Jika benar-benar mencintai Nabi Muhammad SAW,
sudah menjadi kewajiban untuk saling memberi kedamaian dimanapun berada. Tidak saling
menghujat sana-sini dan yang terpenting tetap bersatu dalam perbedaan untuk
menjaga keutuhan bangsa. Sebab semua itu sudah dicerminkan Nabi Muhammad SAW
dalam kehidupan sehari-hari beliau dan kejeniusan Nabi Muhammad SAW dalam
menyatukan umat melalui piagam Madinah.
Sebagai umat muslim yang menjadi mayoritas di
Indonesia, sudah sepantasnya memang untuk saling berdamai dan mengklarifikasi
apapun sebelum menghujat.karena sebuah hujatan dengan alasan apapun selalu bertentangan
dengan tuntunan Nabi Muhammad SAW dan ideologi Pancasila. Perlu kita sadari
pula bahwasanya setiap manusia itu tak luput dari kesalahan. Seorang kyai atau
tokoh agama itu bukan nabi yang selalu benar. Sebuah kemerosotan etika serta
peradaban jika ada sesama manusia yang melakukan kesalahan bukannya dirangkul
lalu dibenahi tetapi justru dicaci. Perlu diingat pula, bahwa kebenaran yang
absolut itu hanyalah milik Allah SWT. Kebenaran di dunia ini bersifat relatif,
jadi hanya kebenaran-kebenaran yang ada. Bukan kebenaran yang paripurna.
Komentar
Posting Komentar