Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2019

Mahasiswa Kupu-Kupu juga Aset Bangsa

Gambar
oleh : Ainurzq Bagi mahasiswa pasti sudah tak asing lagi dengan istilah kupu-kupu dan kura-kura bukan? Apalagi saat awal kali kita masuk kuliah lalu mengikuti kegiatan ospek. Pasti senior selalu menegaskan jangan menjadi mahasiswa kupu-kupu. Mau jadi apa bangsa ini kalo kalian jadi mahasiswa kupu-kupu? Pasti sudah tergambar dengan jelas jika mahasiswa kupu-kupu orangnya nampak cupu, kuper, dan nggak ideal sama sekali. Sedangkan mahasiswa kura-kura sudah pasti keren, jago ber-retorika serta cerdas dalam mengatur waktu. Seringkali anggapan terhadap mahasiswa kupu-kupu pastilah seorang yang apatis. Perlu kita ketahui, bahwasanya sikap apatis itu bukan datang begitu saja seperti mendapatkan wahyu. Apatis pasti memiliki penyebab. Entah itu datangnya dari lingkungannya maupun dari tekanan emosional. Menurut para ahli, berikut penyebab seseorang menjadi apatis. Pertama, tidak percaya lagi pada orang lain; hal tersebut terjadi disebabkan seseorang itu terlalu sering dikecewakan se...

Tempat Ibadah itu Bernama Kedai (cerpen)

Menjadi mahasiswa baru memang terasa berat bagi Rendi dan Ojon. Segala hayalan tentang masa mahasiswa pasti sudah terbayang seakurat mungkin. Harapan-harapan kedepan, dimana mereka menaruh harapan pada sebuah eksistensi dari kekuasaan dan nama yang melambung jelas sudah terpikirkan sejak bangku SMA. Karena mereka berdua dulunya seorang aktivis kantin garda terpojok. Dari sanalah perbincangan hangat dari dua pemikiran yang saling bersetubuh dilontarkan dibalik kepulan asap rokok. Setelah memasuki bangku perkuliahan. Perbedaan jurusan serta kampus tak memisahkan persetubuhan kedua pemikiran mereka. Dalam satu kota, mereka masih sering menyempatkan waktu untuk sekedar melepas hasrat pikiran seperti sperma dalam kantung penis yang ingin segera dikeluarkan jika birahi sudah memuncak. Malam ini seperti biasa, mereka seharusnya ngopi bareng di kedai kopi langganannya. Tapi ada yang beda pada malam ini. Rendi tak bisa turut serta dalam peribadatan sakral mereka berdua di kedai kopi. Ojon m...

Negeri Kata

Gambar
Dengan kata-kata, semua bisa menjadi ada Dengan kata-kata, yang ada menjadi tiada Pemimpin jadi dengan kata-kata Oposisi jadi kabinet di isi dengan kata-kata. Rakyat mengadu dengan kata-kata Rakyat tercerai-berai karena kata-kata.  Kata-kata oh kata-kata...  Pancasila ada dalam kata-kata. Namun, Kata-katanya tak mengandung pancasila. Bhineka tunggal ika disebut dengan tiga kata. Namun, Tiga kata tak kunjung menyatu karena ulah kata-kata. Tuhan disebut dalam satu kata. Satu kata tak sanggup menyatukan lontaran kata. Lontaran kata dari mulut-mulut warga Mulut-mulut warga yang tersulut oleh kata-kata. Jangan-jangan kata-kata adalah Tuhan. Atau jelmaan iblis dan setan. Kitab suci pun kini hanya sebatas kata-kata. Perilakunya ingkar dan laknat pembawa murka. Dengan mengingat Widji Tukul, Istirahatlah kata-kata!  Yogyakarta, 12 November 2019

Melihat Negeri, Menyebut Puisi

Gambar
~Ainurzq~ Aku melihatmu Dengan rimbunan pepohonan dan dedaunan Berhamburan karena angin yang menari selinggukan Dibelah arus air yang beranjak mencari sela lautan Kusebutlah engkau, Nusantara. Aku melihatmu Dengan padi yang terhampar luas berundak Hijau mewarnai kealamian dengan berkotak-kotak Rimba itu menjadi rumah tanpa sesak Kusebutlah engkau, Nusantara. Aku melihatmu Dari tanahmu yang dijemput menjadi emas Sandang serta pangan rakyatmu bisa di dapat dari ampas Tanpa ada satu pun yang dapat ditebas Kusebutlah engkau, Nusantara Aku melihatmu Di lingkup pendidikan terlihat mereka berseragam Dari kisahmu kudapati ragamu yang beragam Meski terkadang itu hanya kisah kelam Tetap saja.. Kusebutlah engkau, Nusantara Aku melihatmu Tersenyum penuh tawa Saat tubuhmu dirawat serta dijaga Semesta seisinya turut berdoa Aku bangga, dan. Kusebutlah engkau, Nusantara Aku melihatmu Menjerit diperkosa Diguyur hujan para pendosa Karena tubuhmu dinik...

Jika itu Hati, Maafkan Aku yang Hanya Puisi

Gambar
Aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati. Dalam dirimu yang sangat berarti. Pada siang yang merindu sinar matahari. Tanpa tau adakah kerinduan darimu yang muncul pada notifikasi. Aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati. Dari ujung sudut jeruji sunyi. Meratapi dosa bagai pejabat yang korupsi. Tersenyum tanpa ada arti. Dengan segala kegelisahan yang menyelubungi. Aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati. Yang setiap harinya berjalan menyusuri tapak tanpa tepi. Berenang pada air mata yang membasi. Menyayat ruh yang bernama janji. Entah kemana kini harus pergi. Aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati. Dimana tak ada seorang pun yang mampu memahami. Tuhan Sang Maha Tunggal larut kedalam ilusi. Fana mimpi telah terjadi. Purna nyata tak akan kembali.  Untuk terakhir kalinya, kukatakan bahwa aku adalah puisi yang tak mampu menusuk hati. Memang puisi itu tak ada yang menusuk hati. Tapi segala kisah itu kini sudah kembali. Pada ratap kesedihan yan...

Pasrahku, Tuhan.

Dengan pasrahku padamu, Tuhan. Kuawali bait ini dengan segala kasih- Mu dan cinta-Mu pada segala kisah, Wahai Tuhan yang Maha Pemurah. Dalam perjalanan yang tak tahu arah, Aku bermunajat diatas sajadah, sembari menghaturkan segala resah atas segala kelam yang menjadi kisah tanpa buah. Aku dengan tabah, menanti dia yang namanya tak pernah lupa dalam kiriman alfatihah. Wahai Tuhan yang Maha Mendengar. Dalam kerinduan yang terus berkoar, Aku menanti hangatnya kelakar dari secuil kabar, meskipun hanya sekilas membalas story tapi disitu ada hati yang bergetar. Aku menyelami samudra cinta yang makin lama tak jelas kemana ia akan berputar, menuju dalam satu ruang lebar atau malah tersebar tanpa memoar. Wahai Tuhan yang Maha Membolak-balikkan Hati Dalam kenangan yang enggan menepi. Aku berpetualangan menelusuri relung hati, masih ada namamu yang terukir dengan rapi, tanpa tau apakah hanya coretan yang tak berarti, yang kutahu, nama itu bukan sekedar abjad tak berseri, ta...

Gentayangan

Ratap keresahan masih bertebaran Raut garang menjadi raut yang ketakutan seperti tak punya uang. M A H A S I S W A Diluar nampak gagah Di kelas nampak resah Ketika dosen datang dengan tegas menagih tugas Ketika itu pula mahasiswa terlihat gugup dan melas Jalanan mungkin telah menjadi tempat mereka berteriak Lantas, akankah nafas itu terus bergerak? Berjamaah pula para intelektual Lantas, masih sajakah kebenaran itu terbual? Terlampaui zaman yang tak berhenti berlari Pengulangan sejarah terus saja berganti Petaka pertama tiba tanpa api yang berkobar Petaka kedua menghampiri seperti petir yang menyambar Adakah yang ketiga? Keempat? Kelima? Kesekian kalinya??? Ada! Ketika masyarakat tak menyambut layaknya nabi Ketika keluarga tak bahagia atas kedatangannya setelah pergi Dan, Ketika kekasih menjauhi layaknya sampah dan kotoran sapi Yogya, 16 Oktober 2019